• Bagikan Blog Ini


    FacebookTwitterMore...

  • Site Info

    SEO Stats powered by MyPagerank.Net



  • blog-indonesia.com


    Ping your blog, website, or RSS feed for Free

  • RSS Suara Merdeka

    • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

Jangan Kau Gadaikan Jiwa Nusantara mu

Garuda Panca Sila

Panca Sila

Adalah hasil dari penggalian yang sedalam-dalamnya di dalam jiwa rakyat Nusantara sendiri. Di dalam Panca Sila ada dua sifat, yaitu statis dan dinamis. Statis tujuannya mempersatukan, dan dinamis tujuannya tuntunan atau arah perjalanan bangsa Indonesia sendiri. Dasar yang statis harus terdiri dari elemen-elemen di mana “di dalamnya ada jiwa Indonesia”. Kalau kita tidak mempersatukan elemen-elemen jiwa Indonesia, maka tidak mungkin dibangun dasar untuk negara Indonesia dengan jiwa bangsa Indonesia.
Saat ini semua berubah, kita telah memasukkan elemen-elemen asing ke dalam jiwa bangsa Indonesia, maka ini tidak akan menjadi dasar yang sehat dan kuat, apalagi untuk mempersatukan jiwa rakyat Indonesia. Sadar atau tidak sadar, kita telah melanggar hukum alam dalam jiwa bangsa ini sendiri. Karena hakekat dan jiwa kaum dan bangsa ini, yang telah dipersatukan dalam satu wadah yang diberi nama bangsa Indonesia, telah dilanggar dari segala elemen-elemen yang bukan jiwanya sendiri.

Pada saat catatan dibuka, bahwa para leluhur bangsa ini telah mempersatukan jiwa-jiwa manusia yang ada dalam ketertindasan dijajah oleh bangsa asing, dan dengan Baca lebih lanjut

Garudeyamantra (Garudamukha-Sejarah Burung Pusaka))

Gàrudeyamantra, 3-4.

"Putih warna pahanya hingga bagian pusarnya, Merah warna dadanya hingga batang lehernya"

Sejak tanggal 1 Agustus 1995 yang lalu di seluruh Indonesia dan juga pada perwakilan-perwakilan atau Kedutaan Besar R.I di seluruh dunia, bendera merah putih dan berbagai hiasan seperti ider-ider, umbul-umbul merah putih telah berkibar. Merah putih kini berkibar di seluruh pelosok desa dan kota, kantor-kantor pemer

i

ntah, swasta, balai pertemuan dan rumah-rumah penduduk. Semuanya ini dilak

akukan untuk menyambut tahun emas kemerdekaan Republik Indonesia.

Berbagai perayaan mulai digelar untuk peringatan yang ke-50 ini. Seperti tahun-tahun sebelumnya, warna merah putih sangat mendominasi p

erayaan 17 Agustus 1995. Merah putih sebagai bendera nasional secara resmi telah berkibar pada saat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 50 tahun yang silam dan pastilah bendera nasional ini akan selalu dan selamanya berkibar di atas bumi persada tercinta, Nusantara.

Di samping bendera merah putih, tidak dapat dipisahkan adalah lambang negara Garuda Pancasila. Bagaimanakah burung gagah perkasa ini bisa ditetapkan sebagai lambang negara? Kiranya dalam suasana menyambut dan memeriahkan tahun emas kemerdekaan Republik Indonesia, kita telusuri kembali makna Garuda yang dikenal p

ula sebagai burung merah putih baik dalam alam pikiran prasejarah, peninggalan purbakala, dalam karya sastra maupun pandangan hidup bangsa Indonesia di masa yang silam.

Bila kita telusuri peninggalan prasejarah di Indonesia, lukisan burung garuda atau bulu burung garuda dapat ditemukan pada nekara perunggu tipe Pejeng dan cetakan batu dari desa Manuaba. Kecuali burung garuda, pada masa itu telah dikenal pula beberapa jenis burung tertentu seperti enggang dan merak yang dianggap mengandung arti magis-simbolis. Di antara berbagai lukisan burung itu, hiasan burung garuda sangat digemari.
Burung garuda adalah burung matahari atau burung rajawali yang dianggap sebagai lambang dunia atas (Sutaba, 1

976,14, Van der Hoop, 1949:178).

Lukisan atau relief burung garuda dikenal pula pada masa prasejarah Hindia, yakni ditemukannya lukisan di Harappa (lembah sungai Sindhu) berupa gambar seekor burung garuda yang sedang membabarkan sayapnya dan kepalanya berpaling ke arah kiri. Di atas masing-masing sayapnya terdapat beberapa ekor ular. Burung elang atau garuda yang dilukiskan bersama-sama ular merupakan dasar bentuk binatang garuda yang merupakan wahana dewa Viûóu di India, dilukiskan melayang-layang mencucuk seekor ular di paruhnya (Wiryosuparto, 1956: 21).
Selanjutnya di dalam Ågveda yang meru

pakan sumber ajaran agama Hindu dilukiskan berbagai aspek keagungan Tuhan Yang Mahaesa dengan berbagai nama atau wujud seperti Agni, Yama, Varuna, Mitra dan Garutma atau garuda. Kemahakuasaan-Nya bagaikan garuda keemasan yang menurunkan hujan menganugrahkan kemakmuran (Ågveda I.164.46,47,52).

Dalam perkembangan sejarah kebudayaan Nusantara, burung garuda yang terkenal dalam wiracarita Hindu ternyata me

mpengaruhi kesenian Indonesia (Stutterheim,1926:333), misalnya Baca lebih lanjut

Virus Pragmatis Yang Merusak Sendi-sendi Panca Sila

Ketika kita berpegang teguh kepada sesuatu apapun itu yang kita anggap benar pada saat itulah saat yang tepat virus ini bekerja, ia akan membentuk suatu keadaan fanatisme yang berlebihan sehingga menunggalkan kebenarannya itu sendiri tanpa menghargai kebenaran yang lainnya. Dan pada saat manusia menunggalkan kebenarannya sendiri itu hanyalah sebuah kebohongan besar. Inilah suatu keadaan dimana pikiran yang tadinya merdeka menjadi budak-budak pragmatisme berpikirnya sendiri, yang akhirnya menutup pintu keilmuannya untuk hidup dalam kehidupannya. Saat inilah pikiran menjadi tidak merdeka dalam menimba ilmu karena ia sulit menerima kebenaran orang lain padahal kebenaran itu tidaklah tunggal dimata manusia. Dengan berkembangnya masyarakat maka berkembang pulalah pemikirannya menurut semakin Heterogennya masyarakat yang terbentuk.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang paling Heterogen di dunia, apa jadinya kalau Baca lebih lanjut

Berlayarlah Indonesiaku !!!

 

Berkibarlah Sang Saka Merah Putih

Indonesia itu tidak berani berlayar. Itulah yang selalu ada dalam pikiran saya. Padahal kapal sudah ada, lengkap dengan segala cadangan-cadangannya jika saja suatu saat kapal itu hendak karam atau ada barang satu atau dua komponen yang rusak. Indonesia itu punya semua! Angin sudah berhembus menuju samudera, layar sudah mengembang, sayang nahkoda dan awaknya tidak bersinergi dengan baik.

Mengapa gerangan ini terjadi? Tidak beranikah kau, Indonesia, melepas jangkarmu? Melepas tali tambatmu pada pulau-pulau penghasil buaian mimpi-mimpi semu pencipta kemalasan dan keegoisan? Awak itu sama dibodohinya dengan nahkodanya. Tidak juga disejahterakan, tidak juga didik dengan baik. Mungkin, awak itu tidak mengerti bagaimana Baca lebih lanjut

Indonesia Bukan Negara Agama

Mengakui adanya keberagaman memang lebih mudah untuk dilakukan sebatas pengucapan melalui mulut, namun untuk bisa hidup berdampingan dalam suatu pengakuan akan adanya keberagaman lebih sulit untuk dilakukan.

Hal yang seringkali membuat hidup dalam keberagaman itu terasa sulit adalah karena adanya arogansi dan dominansi oleh kalangan mayoritas dalam lingkungan tersebut. Adanya tekanan-tekanan terhadap mereka yang tidak sepaham dengan kaum mayoritas menimbulkan ancaman terhadap eksistensi kelompok-kelompok lain dan pada akhirnya terjadinya sebuah monopoli kebenaran di lingkungan tersebut, menganggap yang berada di luar mayoritas adalah sebuah kesalahan dan harus ditiadakan dari lingkungannya.

Keberagaman agama dan kerukunan

Agama yang diakui saat ini di Indonesia berjumlah enam buah, yakni Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu. Keberagaman dalam agama ini tentunya akan memaksa setiap orang memiliki probabilitas yang tinggi untuk hidup berdampingan dengan tetangganya yang berbeda agama. Apalagi, hal ini juga diperkuat dengan jaminan langsung dari pemerintah mengenai kebebasan dalam memilih agama dan kepercayaan sehingga menjadi bebas pula setiap orang untuk memilih agamanya tanpa desakkan dari pihak-pihak manapun, termasuk orang-orang di sekitarnya.

Mengakui bahwa adanya keberagaman agama di Indonesia itu sendiri memang mudah. Hal ini tampak secara normaif karena agama-agama ini sudah diakui oleh pemerintahan Indonesia sendiri.

Namun, mengakui adanya keberagaman agama di Indonesia dalam sebuah ranah sosial dimana Baca lebih lanjut