• Bagikan Blog Ini


    FacebookTwitterMore...

  • Site Info

    SEO Stats powered by MyPagerank.Net



  • blog-indonesia.com


    Ping your blog, website, or RSS feed for Free

  • RSS Suara Merdeka

    • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

Ngertakeun Bhumi Lamba

Picture

Upacara Ngertakeun Bumi Lamba merupakan sebuah upacara sakral “Sunda-Nusantara-Bhuwana”. Tahun 2010 ini, upacara diselenggarakan di Gunung Tangkuban Parahu, Lembang, Jawa Barat pada 26 Juli. Dalam upacara ini diundang dan hadir saudara-saudari pemangku adat dan spiritualis dari daerah adat Sunda dan daerah lain khususnya dari Nusantara, di antaranya Semarang, Dayak Segandhu dari Indramayu, Bali, Aceh, dan Bugis.   Upacara Ngertakeun Bumi Lamba 2010 Menurut Gin-gin Akil, sebagai Kanta Purwadinata (Koordinator Acara), upacara ini dilakukan sebagai sebuah persembahan cinta kasih, untuk berterima-kasih dan mendoakan seluruh isi dunia dengan ritual yang prinsipnya adalah membagi keindahan rasa yang dimulai dari ketulusan hati dan rasa kebersamaan, yang jelas sesuai dengan nama upacara ini, yaitu ngertakeun (dari kata dasar kerta; berarti “menyejahterakan”) bumi lamba (alam jagat atau dunia sebagai alam kosmos). Tujuan-tujuan mulia itu diwujudkan dalam bentuk persembahan berupa sasajen, pembacaan mantra, nyanyian suci, musik tradisional, tarian jiwa, meditasi, dengan tatacara masing-masing yang digelar bersama-sama secara harmonis. Sasajen yang dibawa Sebelum melaksanakan upacara Ngertakeun Bumi Lamba, ada beberapa rangkaian kegiatan sebelumnya yang masih berkaitan dengan kegiatan utama, yaitu Tumpekan (berkumpul) danNgabungbang/Nawang Bulan (menerawang/melihat bulan).   Tumpekan dilaksanakan dua hari sebelum upacara Ngertakeun Bumi LambaTumpekan dalam acara tersebut dilakukan sebagai upacara rutin warga Bandung yaitu pepeling poe larangan  Bandung yang artinya “nasehat hari larangan Bandung”. Ngarajah yaitu pembacaan mantra yang berisikan puji-pujian terhadap Yang Maha Kuasa dan para leluhur, dan diakhiri dengan pematangan teknis upacara Ngertakeun Bumi Lamba“.   Sasajen Selanjutnya Ngabungbang/Nawang Bulan dilakukan satu hari sebelum acara utama. Pelaksanaannya pada malam hari menjelang bulan purnama penuh. Acara ini dibuka dengan rajah pamuka yang diiringi oleh alat musik kuno (buhun) dari bambubernama karinding ala Sunda (karena di berbagai tempat juga alat musik ini dikenal dengan berbagai nama dan varian), celempung (alat musik ritmis dari bambu besar), dan jentreng (sejenis kecapi). Selanjutnya dilakukan pembacaan kidungyang berisikan nasihat-nasihat leluhur Sunda, penyampaian nasihat-nasihat dari para pupuhu (sesepuh) Bandung yang berisikan tentang hubungan manusia, alam dan Sang Pencipta sesuai dengan ajaran Kesundaan, semacam sawalaneuleuman rasa kasundaan” (mendalami rasa kesundaan). Upacara dilanjutkan dengan penyucian diri dan benda pusaka dengan media air; lalu setelah bulan purnama penuh terlihat dilanjutkan dengan Tarawangsa dan tari-tarian. Pada sesi akhir acara ini, para peserta yang hadir ikut menari diiringi oleh musik Tarawangsa dan mandi cahaya bulan purnama. Sebagai penutup dibacakan rajah penutup. Menari di bawah sinar bulan purnama Dua kegiatan kemudian mengantarkan pada upacara Ngertakeun Bumi Lamba yang dilakukan keesokan harinya ketika matahari terbit dan terang di awal pagi di puncak Gunung Tangkuban Perahu di sisi Kawah Ratu & Kawah Upas. Persiapan upacara Ngertakeun Bumi Lamba dilakukan sejak pagi hari. Masyarakat Bandung dan sekitarnya serta masyarakat luar Bandung yang ikut serta dalam acara tersebut, terlihat mengenakan pakaian adatnya masing-masing dan membawa berbagai perlengkapan upacara, seperti: sesajen, hasil bumi, alat musik tradisonal, benda pusaka, dan perlengkapan upacara lainnya. Kemudian, perlengkapan upacara tersebut disusun rapi di tengah-tengah para peserta yang hadir.   Wanita dan pria menari Penyucian pusaka Semua rangkaian prosesi di atas dilaksanakan dengan harapan mulia, yaitu agar manusia mampu menghadirkan rasa terbaik, tulus dan kasih sayang yang paling mulia di dalam hati masing-masing sehingga dapat tercipta hubungan harmonis antara manusia, alam, leluhur, dan Sang Pencipta yang kemudian dapat mewujudkan kehidupan yang penuh damai dan cinta kasih bagi seisi dunia.   RaHayu!

Tinggalkan komentar